Senin, 02 Mei 2011

Menuang CINTA menuju FIRDAUS


Ada yang mengatakan cinta tak memiliki makna dan pengertian yang definitive. Layaknya hantu (makhluk halus) yang tak bisa diduga keberadaannya. Datang tak dijemput, pulang tak di antar…(heheh kayak jailangkung , jailangset…=) ). Ia mengalir begitu saja secara fitroh dan memberikan rasa yang begitu terasa pekatnya sehingga cukup wajar kalau ada yang mengatakan bahwa cinta bisa memabukkan. Kalau boleh mengutip cinta tanpa definisi nya ustad anis matta, maka cinta itu di ibaratkan seperti angin membadai, tak kelihatan tetapi kita dapat merasakannya, merasakan kerjanya saat ia memindahkan gunung pasir di tengah gurun dan merangsang amuk gelombang di laut lepas. Atau cinta juga layaknya banjir tsunami mendesar, tak dapat dicegah dan kita hanya ternganga ketika ia meluapi sungai-sungai, menjamah seluruh permukaan bumi, menyeret semua benda angkuh yang bertahan dihadapannya. Dalam sekejap ia menguasai bumi dan merangkuh dalam kelembutan, setelah itu ia kembali tenang seperti harimau yang tidur kekenyangan. Begitulah cinta deritanya tiada akhir,,,heheh ending cinta yang dirasakan cut pat kai dalam serial kera sakti.
Dengan cinta pada dasarnya Alloh mengajarkan kita menjadi pribadi yang dekat dengan syurga dan menjadikan kita semua hamba yang ia cintai di dunia dan akhirat kelak. Dalam realita yang kita hadapi sekarang lebih banyak adik-adik kita mengumbar cinta durjana, baik itu yang terang-terangan kemaksiatan ataupun cinta durjana yang berkedok dakwah maupun terkesan “memanfaatkan” sistem dan aktivitas dakwah yang ada. Sebagai contoh forward sms kajian dan janjian datang kajian atau tabligh akbar dengan lawan jenis (ikhwan ataupun akhwat). Tidak salah ketika kita forward kajian ataupun ma’had kepada lawan jenis yang menjadi teman aktivita kita dalam kereta dakwah ini. Pertanyaan yang bisa menjadi parameter menohok bagi kita semua itu adalah “Apakah saat kita memforward itu kita melakukan hal yang sama kepada temam karib sejenis yang kita miliki??”Apakah hati kita juga terjaga menjauhkan diri dari bisikan syetan saat memberikan tanda senyum dalam sms kajian tersebut???”itu semua yang hanya tahu adalah kita dan Alloh yang maha melihat. Banyak kasus yang terjadi demikian dalam aktivitas dakwah sekalipun. Awalnya ikut kajian tapi di akhiri ketemu makan bareng pasca kajian, atau di akhiri dengan statement message,,”subhanalloh kajian tadi, membuat hati bergetar dan semakin terus di ingatkan kepada Alloh, semoga kita semua tergolong ke dalam hamba yang dipertemukan di jannahNya.” Dari banyak kasus yang ditemui asbab terjadinya cinta durjana bertopeng syurga itu adalah semangat fastabiqul khoirot dan saling menasehati sesame muslim. MElalui tulisan ini mari kita bertanya dengan tegas dalam hati kita masing-masing, “SUDAHKAH semua SAUDARA sejenis kita ajak dan ingatkan dalam kebaikan, SAMPAI-SAMPAI harus si “dia ” yang kita jaak dna di ingatkan???”…
Selain itu kalaupun dalam sebuah sistem aktivitas kereta dakwah di iringi dengan cinta durjana seperti hal nya yang disamapiakn di atas, terus terang cobalah memberanikan diri untuk sekedar tabayun kepada mas’ul dan mas’uliyah lembaga kita untuk memindahkan amanah yang ada sehingga dapat membatasi interaksi dan lebih kepada menjaga d=hati dan berhati-hati dalam rangka meraih ridho firdaus Alloh SWT. Berterus teranglah pada hati sanubari yang paling dalam bahwa kita berdakwah jauh dari niat hina dan sekedar mendapat cinta terlarang itu dengan keringat dan pengorbanan yang kita lakukan, SUNGGUH sangat kerdil dan hina ketika diri ini terjerembab dalam lubang syetan terkutuk seperti hal tersebut.
Pernahkah kita berfikir bagaimana keberkahan dakwah yang kita lakukan hari ini atas dosa durjana tersebut??. Semangat yang menagalir dalam kobaran api dakwah kita hanya dilandasi karena dia, gelora pengorbanan yang ada hanya karena pamrih dilihat si dia, dan latarbelakang aktivitas dakwah kita sangat sering didasari karena dia, dia, dan dia.??? Belum terlalu terlambat untuk bertaubat ketika itu semua terjadi pada kita, memohonlah ampunan kepada Alloh untuk dapat menuang cinta menuju firdaus.
Menuang CINTA menuju Firdaus bukanlah perkara mudah ataupun seperti kita membalikan kedua telapak tangan. Cinta yang membawa aroma syurga adalah cinta yang dbingkai sebuah kefitrohan karena Alloh, buakankan salah satu hamba Alloh yang mendapat syafaat di saat tak ada lagi syafaat di muka bumi ini adalah pribadi yang saling mncinta dan membenci karena Alloh??Menuang CINTA menuju Firdaus adalah dengan menyatukan dua cinta anak adam hawa dalam ikatan pernikahan.
Pernikahan yang dibangun bukan sekedar peng-halal hubungan dua insane, tetapi pernikahan yang dilandasi ideology yang sama untuk meiti peradaban dari keluarga-keluarga kecil nan bahagia. Jangan pernah terbersit dalam benak kita bahwa menikah hanya sekedar untuk mencari teman pelipur lara, mencari pasangan penenang hati saat kegalauan menghampiri, atau mencari pasangan hanya di landasi agar urusan-urusan kita diperingan karena istri/ suami kita kelak menanggung sebagian amanah yang ada pada pundak kita. Sebagai contoh seorang laki-laki menikah hanya karena ingin bajunya ada yang mencucikan dan menyetrikakan ataupun ada yang memasakan dan sekedar menyeduhkan secangkir kopi susu di pagi hari. Atau begitu juga sebaliknya seoarang perempuan menikah hanya dilandasi ketika menikah maka suami yang akan menanggung seluruh keinginan dan permintaan kita, ataupun ketika memilik pasangan maka bagaimana akan dapat bermesraan saat libur kerja pasangan kita tiba. Sungguh cangkir cinta menuju firdaus tidak sekecil itu dan sedangkal itu.
Cangkir cinta firdaus itu begitu luas seluas jannahNya, ia menanti diisi sebuah cinta putih ideologis. Yang di maksud cinta putih ideologis itu adalah bagaimana ikatan pernikahan itu sudah disiapkan dari awal ketika kita membeli tali ikatan cinta firdaus itu. Bagaimana ideologis yang dibangun dari ketika kita memilih pasangan hidup, apa alasan kita memilih pasangan tersebut, besar mana prosentasi memilih pasangan hidup berdasarkan fisik atau berdasarkan kedekatan pasangan kita dengan Alloh??. Dalam memilih pasangan hidup kita itu juga merupakan langkah kita berbuat baik kepada anak-anak kita sebelum mereka lahir. Harusnya kita belajar dari dialog seorang ulama yang bernama ‘Utsman bin Abu ‘Ash Ats-Tsaqafi dengan anaknya.
“Dia berkata : “Wahai anak-anakku orang yang menikah itu adalah seperti orang bercocok tanam, maka hendaklah seseorang memperhatikan dimana dia harus meletakkan benihnya. Ketahuilah, wanita yang buruk itu sedikit seklai melahirkan generasi yang baik. OLeh karena itu, pilihlah wanita-wanita yang menjadi istri-istri kalia, meskipun kalian harus menunggunya dalam jangka waktu yang lama.” Dan perkataan Abu Al-‘Aswad Ad-Du’ali kepada anak-anakanya”Aku benar-benar telah berbuat baik kepada kalian sejak kalian masih kecil dan setelah kalian dewasa, dan bahkan sebelum kalian dilahirkan.” Kemudian anak-anaka nya bertanya: “Bagaimana ayah dapat berbuat baik kepada kami sebelum kami dilahirkan??” kemudia dia menjawab Yaitu dengan memilihkan untuk kalian seorang ibu yang baik.”Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW dalam kitab Al-Kaamil.
“NIkahilah (wanita) yang berada pada tempat yang baik, karena sesungguhnya seorang wanita itu dapat mempengaruhi factor keturunannya.”
Secara fitroh ketika kita ingin menikah dan memutuskan untuk menjalin iktan suci itu maka seharusnya jauuuuuuhhhhh dari saat itu kita sudah melakukan persiapan puanjaaang untuk mendapatkan pasangan yang sekufu dan menghasilkan keturunan yang menyejukkan pandangan dan menenangkan hati serta membawa rumah tangga beraroma syurga yang indah. Jangan sampai akibat persiapan yang kita lakukan sangat kurang sehingga terlahir anak durhaka dan kita pun kedepannya menyalahkan anak-anak kita, seperti sebuah cerita seorang lelaki yang pernah mendatangi khalifah Umar bin Khatabyang mengeluhkan sikap durhaka anaknya. Setelah mendengar itu khalifah Umar pun memnggil anak tersebut dan menasehatinya untuk tidak durhaka kepada ayahnya. Namun anak itu justru berkata kepada ‘Umar : “Wahai Amirul mukmin, bukankah seorang anak itu mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi ayahnya?”
“Benar.” Jawab ‘Umar.
“Apa itu wahai amirul mukminin?” Tanya anak itu.
Umar menjawab: “Hendaknya ia memilih wanita yang akan menjadi ibu dari anaknya, memperbagus namanya, dan mengajarkan kepadanya Al-Kitab (Al-Qur’an).”
Singkatnya anak tersebut menceritakan bahwa ibunya adalah wanita negro yang pernah jadi budak majusi, dan menamai dirinya Juala (kumbang), lalu dia tida pernah mengajarkan satu huruf Al-Qur’an pun pada ku..
Mendengar itu khalifah ‘Umar menoleh kepada sang ayah dan berkata:”Kamu datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal kamu telah lebih dulu mendurhakai sebelum ia mendurhakai mu dan kamu telah lebih dulu menyakitinya sebelum ia menyakitimu?”.
YA…Diakhir tulisan ini semoga kita semua menjadi dcalon orang tua yang benar2 menikah karena Alloh sehingga air cinta yang kita tuang itu bisa menghantarkan kita menuju jannahNya dan kekal didalam firdaus bersama bidadari dunia kita nantinya dan beserta keluarga besar kita.TUANGLAH CINTA MENUJU FIRDAUS kawan,,,=)

23.30 disudut kamar calon abi yang menyiapkan diri sematang-matangnya membentuk keluarga ideologis dan berdoa penuh ketulusan berharap Alloh ridho atas usaha-usaha yang dilakukan untuk “menyiapkan ” bekal perjalanan bersama pasangan hidup yang sudah jelas keberadaannya, tapi ntah dimana dan siapa namanya….^_^
• DWI WAHYU PURNOMO
DA’I yang nyambi di electrical engineering GMU 2007
BERGERAK ATAU TERGANTIKAN….!!!

Selasa, 19 April 2011

TAJUK KEMENANGAN DAKWAH

Mungkin sudah sering kita mendengar retorika bahwa DAKWAH ITU TIDAK BUTUH KITA, namun KITA lah yang BUTUH terhadap DAKWAH….!!! Meskipun dengan intensitas yang tinggi dan semangat menggebu-gebu dari muharrik dakwah dalam menyampaikan berbagai idealisme dan kaidah dalam dakwah, masih banyak diantara kita yang ingin mundur dari dakwah dan memulai langkah kecil berjalan di pinggir lintasan dakwah yang hanya dikarenakan kelelahan dan kekecewaan yang mengahampiri satu per satu dari para pengampu amanah dakwah di level pengambil kebijakan ataupun isu yang terhembus begitu kencang menerpa perahu dakwah hari ini.
Ada banyak pertanyaan yang menggelayuti pikiran setiap kita ketika menerima ataupun mendapat kebijakkan dari jamaah terkait proses ataupun strategi memenangkan dakwah disetiap fasenya. Sebagai contoh ada perasaan yang ingin segera mundur jauh dan teratur dari barisan ketika pimpinan dakwah hari ini mendeklarasikan untuk berjuang bersama non muslim baik dalam kerangka individu ataupun secara komunal non muslim. Ada perasaan yang sangat dongkol dan lisan yang ingin segera protes dalam kegelisahan melihat langkah yang diambil pimpinan dakwah ini. Dalam benak kita seakan berkata Rasul tidak pernah bekerjasama dan meminta bantuan kepada kaum musyrik, sebagaiamana perkataan rasul “aku tak akan pernah meminta bantuan kepada musyrik”, ketika ada seorang musyrik menawarkan diri untuk ikut dalam sebuah jihad. Dari berbagai ulama bersepakat bahwa ketika melihat suatu hadist kita tidak boleh hanya melihat dari sisi tekstualnya saja, akan tetapi kita juga harus melihat dari sisi kontekstual dan asbabul wurudnya. Bukankah dalam hadist diatas orang musyrik yang dimaksud adalah bagian dari pasukan kaum Yahudi Bani Qoinuqo yang menjadi sahabat tokoh munafik Abdullah bin Ubay sehingga sangat mungkin penolakan Rasul dikarenakan besarnya kekhawatiran akan terjadi pengkhianatan dan malah akan menyerang balik kaum muslimin. Hal ini seperti yang ada dalam riwayat Imam Al-Hakim. Dalam konteks lain bukankah Rasul pernah meminta tolong kepada non muslim saat hijrah menuju madinah?(lihat Shahih Bukhari jilid 8 hal 280-282). Bahkan dalam siroh pernah disampaikan bahwa Rasul meminta tolong kepada seorang kafir dari Khuza’ah untuk memata-matai apa yang dilakukan orang-orang Quraisy dan meminta tolong salah satu tokoh Quraisy yang bernama Shofwan bin Umayyah dan meminjam sejumlah baju peranng (bantuan harta) (lihat Zadul ma’ad jilid 2 hal 127 dan hal 190)
Adaklaanya dalam kerangka jamaah bersama barisan da’wah ini kita dituntut memiliki ketsiqohan tingkat tinggi terhadap para mas’ul dan pimpinan dalam mengejar serta mewujudkan kemenagan dakwah. Meskipun semua itu tanpa meninggalkan kaidah amal jama’i seperti tabayyun dan kerangka saling mengingatkan dan menasehati. Ketsiqohan kita pada pemimpin dalam barisan dakwah ini harus dilandasi logika keimanan tidak sekedar logika akal. Logika keimanan yang bisa kita contoh dari sahabat Abu Bakar yang langsung percaya terhadap perkataan Rasulullah mengenai peristiwa isra’ mi’raj. Peristiwa yang kalau dilihat dari logika tidak akan pernah terjadi dan sangat tidak masuk akal sekali, tetapi yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah pemikiran yang didasari keimanan yang utuh. Harusnya kita selaku jundi melakukan hal yang sama layaknya Abu bakar, terhadap apapun keputusan dan ijtihad yang telah diambil oleh para qiyadah kita dan totalitas perjuangan untuk menyukseskan setiap strategi yang diambil.
Selain ketsiqohan terhadap pimpinan dakwah, kita selaku jundi juga harus memiliki wawasan keluasan dalam berfikir (Mutsaqoful fikr) atau bahasa kerennya sekarang ini adalah perlunya kredibilitas dan kapasitas keilmuan. Kredibilitas dan kapasitas keilmuan itu bukan hanya didapatdari ilmu alat dan hasil kita membaca buku tetapi kita juga harus mendapat kredibilitas dan kapasitas ilmu itu secara langsung dengan berinteraksi langsung dengan objek dakwah dan realita kehidupan yang ada disekitar kita. Dakwah membumi seperti ini penting bagi kita untuk meningkatkan kepercayaan objek dakwah dan meningkatkan produktivitas capaian dakwah yang telah kita buat, karena dakwah yang kita lakukan sesuai dan pas mengena sasaran. Bahasa elektronya meminimalisir losses…
Ketika itu semua kita lakukan insyaAlloh tajuk kemenangan dakwah pun akan segera hadir dan memberikan cahaya ke seluruh ummat dan mentarbiyah berbagai lapisan menuju hangatnya dan kedamaian ISLAM.

19 April 2011
15 jumadil awal 1432H
Di sudut kamar yang menjadi sejarah kedepannya
DWI WAHYU PURNOMO
Da’I yang nyambi di electrical engineering GMU 2007
BERGERAK ATAU TERGANTIKAN

Kamis, 10 Maret 2011

DEKAPAN ROMANTISME DAKWAH

DEKAPAN ROMANTISME DAKWAH
Satu tahun masa kepengurusan mengabdi di sebuah lembaga dakwah tingkat apapun itu terasa sangat berat dan begitu lamanya untuk menjalaninya kedepan, namun itu hanya buah tidur belaka yang mangawali gerak amal syurgawi yang di amanahkan pada kita. Seiring berjalannya waktu hingga akhir ternyata waktu satu tahun bukanlah waktu yang cukup untuk menginternalisasi mimpi dan asa yang membanjiri pikiran dan hati ini. Satu tahun bukanlah waktu yang panjang untuk menyempurnakan capaia-capaian bangunan dakwah yang sudah dirancang dalam kurun waktu tersebut, dan waktu satu tahun tidaklah cukup untuk membuat rajutan ukhuwah yang sempurna yang tak lekang dimakan waktu masa bakti kepengurusan. Dan waktu satu tahun juga tidak cukup membantu membuat pondasi yang kokoh dan sedikit perubahan paradigma terhadap rangkaian romantisme dakwah yang sudah ada. Untuk itu semua maka dakwah harus memiliki sebuah dekapan romantisme yang terus terangkai dan berkelanjutan proses penanaman pondasi dakwah itu sendiri, dan dekapan romantisme dakwah itu juga akan menjadikan dakwah memiliki kesatuan rajutan hati layaknya untaian tasbih yang saling menguatkan dan berkelanjutan merangkai mimpi.
Dekapan romantisme dakwah menghantarkan setiap komponen pejuangnya memiliki loyalitas dan totalitas mahabbah kepada dakwah itu dan mencintai sesama mujahid akwah karena Alloh. Hal itu semua karena dekapan yang terajut dikarenakan bangunan keimanan dan rukhiyah sebagai efek ibadah yang ikhlas dan kelurusan akhlaq. Romantisme dakwah yang terjadi karena manisnya ukhuwwah yang terjalin di setiap hembusan dan aliran darah geliat dakwah yang telah berlalu. Dekapan romantisme dakwah juga menghantarkan seseorang untuk istiqomah tingkat tinggi, merasakan sebuah kerugian yang sangat besar untuk meninggalkan barisan dakwah ini. Bahkan membuat seorang kader dakwah kokoh menghujam dan jauh dari munafiqun yang seperti dikatakan dalam Al-Qur’an.
Seorang kader dakwah harusnya memiliki asa dan mimpi untuk sebuah kemajuan dan produktivitas dalam dakwah itu sendiri, terlebih ketika putaran roda dakwah itu memasuki fase dakwah di era nya yang baru, dengan orang-orang yang baru tetapi memiliki semangat dan mimpi yang satu dan berkelanjutan antara setiap kepengurusan dakwah. Setiap tahun yakinlah dakwah memiliki pejuangnya masing-masing dan memiliki karakter untuk melejitkan putaran roda dakwah itu. Ada dua konsekuensi yang harus dilakukan ketika dakwah itu memasuki fase pergantian tongkat estafet dakwah, yang pertama adalah bagaimana sebagai kepengurusan yang terdahulu masing-masing mujahidnya memiliki keterikatan hati dan sebuah strategic palnning untuk generasi penerus. Keterikatan hati yang memberikan usaha maksimal pendampingan yang di barengin transfer rukh dan mimpi-mimpi yang belum tercapai dan rekomendasi dari analisis track record perjalan gerbong dakwah di masa kepemimpinannya. Pendampingan yang tulus sehingga generasi penerus siap berlari mengejar mimpi yang sudah ia susun dan fikirkan sesuai kemampuan maksimal dalam hal usaha pencapainya. Sehingga ke depan tak ada kalimat yang menyalahkan masa lalu, tak ada penyesalan putusnya tali sejarah kerangka dakwah. Strategic planning yang dimaksudkan disini adalah rangkaian penyiapan dari awal bakal calon penerus estafet dakwah, perencanaan strategis yang matang dengan segala komponen ta’rif, takwin, tanfidz terhadap generasi penerus dakwah. Terkadang ada sebuah paradigma yang (mungkin) sedikit keliru dalam barisan dakwah yaitu menganggap generasi penerus estafet dakwah itu merupakan hadiah atau transfer dari proses dakwah yang sudah berlangsung lebih dahulu, ataupun paradigma yang menganggap generasi penerus cukup disiapkan di akhir masa bakti perjuangan . Bukankah Rasul sudah menyiapkan abu bakar sebagai penggantinya di keesokkan hari seblum beliau wafat dan mengakhiri masa bakti perjuangannya??? Paradigma yang selalu mengahantui para tetua dakwah yang sedikit enggan melakukan penyiapan dan pembentukan kader dari nol dan lebih memilih untuk melakukan shortcut pembnetukkan terhadap kader transfer dari fase dakwah sebelumnya. Paradigma yang sedikit salah kaprah dan cenderung lebih banyak menghabiskan energy dalam perjalanannya.
Langkah yang kedua yang perlu ditempuh dalam rangka pergantian tongkat estafet dakwah adalah berada pada tubuh generasi penerus itu sendiri. Terkadang maslah yang timbul adalah adanya perilaku membanding-bandingkan antara kepengurusan masa baktinya dengan kepengurusan sebelumnya. Adasebuah perasaan “minder” terhadap kapasitas diri dan kekentalan ukhuwwah yang sudah terjut oleh generasi sebelumnya. Ada sebuah kalimat yang terlintas dalam hatinya, “koq zamannya kita gak seperti kepengurusan yang sebelumnya yak???, koq mereka dulu begitu menikmati masa baktinya dengan lancer dan saling menguatkan yak??koq dulu pada awal kepengurusannya mereka lebih terlihat siap memegang amanah ini dibandingkan dengan saya yang sekarang yak>??” an banyak lagi kata”koq-koq” selanjutnya. Seakan mereka selalu melihat ke belakang dan merasa bagaikan katak dalam tempurung dan sedikit optimisme untuk membuncahkan semangat dan merealisasikan transfer mimpi yang sudah ia dapatkan. Bukankah kita diajarkan oleh seorang pengemudi bus, yang notabenanya memiliki kaca spion belakang yang lebih kecil dibanding kaca mobil yang lebih sangat besar berada di depan??? Hal ini mengajarkan pada kita untuk lebih banyak melihat ke depan tanpa melupakan melihat ke belakang. Artinya optimislah melihat masa depan dan jadikan sejarah masa lalu sebagai pelajaran BUKAN sebagai acuan atau bahkan pemicu penghambat bagi jalannya capaian target masa depan. Dan yang terpenting bagi generasi penerus roda-roda dakwah adalah dengan perkataan imam syahid Hasan Al-Banna “Sesungguhnya setiap zaman ada rijal (pemuda) nya sendiri”. Yakinlah ketika antum terpilih menjadi punggawa dalam dakwah ini maka antum lah rijal pilihan itu, kalaupun sekarang ada banyak kekurangan yang antum sadari maka jadikan itu sebuah loncatan perbaikan untuk menjadi orang-orang terbaik dalam barisan dakwah ini, tidak ada orang yang sempurna dalam barisan dakwah ini. Yang utama adalah pastikan antum benar adalah orang pilihan itu dan BUKTIKAN pada dunia antum yang berikrar setia pada dakwah.
“KALAU PUN DI DUNIA ADA SERIBU MUJAHID YANG SIAP MENERIMA PANGILAN DAKWAH MAKA AKU ADALAH SATU DARI SERIBU MUJAHID ITU, DAN KALAU PUN ADA SERATUS MUJAHID YANG SIAP MENEGAKKAN AGAMA INI MAKA AKU PASTIKAN SATU DARI SERATUS MUJAHID ITU ADALAH AKU, ATAU BAHKAN KETIKA ADA HANYA SATU MUJAHID YANG SIAP MEMBAWA PANJI ISLAM DI MUKA BUMI INI, MAKA SATU MUJAHID INI ADALAH AKU….”

6 FEBRUARI 2011
DWI WAHYU PURNOMO
DA’I yang nyambi @electrical engineering GADJAH MADA UNIVERSITY
BERGERAK ATAU TERGANTIKAN

Rabu, 09 Maret 2011

AMANAH #1 “pantas kagak gue teng meriki??”*

AMANAH #1

“pantas kagak gue teng meriki??”*

Setiap orang dalam hidup ini pasti memiliki amanah yang harus dikerjakan dan ditunaikan demi kemaslahatan dirinya atau orang yang ada disekitarnya, karena setiap kita adalah pemimpin sehingga minimal lingkup kepemimpinan terkecil kita tersebut yang menjadi amanah bagi diri kita masing-masing. Seperti yang kita ketahui tidak ada semua makhluk pun yang sanggup mengampu amanah yang diberikan Alloh, kecuali manusia. GUnung yang kokoh, sungai yang panjang, danau yang mempesona seakan tak sanggup untuk mengampu beban amanah ini, amanah perubahan dan perbaikan untuk ummat ini. Tetapi kita sebagai manusia yang hina dan ringkih ini seakan dengan PeDe nya menerima amanah ini. Untuk itu semua timbul dalam hati sanubari ini “pantas kagak gue teng meriki??”.

[“Pantas kagak gue teng meriki??”, sebuah judul cenat cenut yang di ambil dari kombinasi lingkungan yang mempengaruhi penulis akhir2 ini,,,heheh….yo seng ra ngerti dianggep ngerti wae…,,ntar juga tersirat di dalam curcol dibawah ini =) ]

Pantas atau tidak diri kita mengemban amanah ini seharusnya bukan menjadi perhatian dan pemikiran panjang kita saat mengemban amanah karunia Alloh ini. Yang menjadi pemikiran kita itu seharusnya adalah kontribusi macam apa yang akan kita berikan untuk ummat ini???, sebesar apa kontribusi yang bias kita berikan untuk perbaikan ummat saat ini???, dan pemikiran yang laen terkait keberlangsungan perjalanan amanah kepengurusan kita kedepan…!!!

Seharusnya kita belajar pada Khalid bin walid yang notabenanya sangat tidak pantas menerima amanah sebagai panglima perang dari Rasulullah SAW. Hal ini dikarenakan REasul pernah sampai mengingkari perbuatan yang dilakukan oleh Khalid bin walid saat itu, sampai-sampai rasul berdoa dan mengangkat kedua tangan ke langit sambil berdo’a : “YA Alloh, aku berlepas diri dari apa yang telah dilakukan Khalid.” Yaitu tatkala Rasulullah SAW mengutus Khalid ke sulu Judzaimah lalu Khalid membunuh mereka dan mengambil harta mereka dengan alas an yang mengandung syubhat, padahal itu tidak diperbolehkan. Begitu pula para sahabat yang bersama Khalid telah mngingkarinya..Pertanyaannya apakah kita pernah melakukan hal yang serupa sehingga membuat hati ini kecil dan mengurangi kontrinusi kita kedepan??

Lanjutan dari ini semua terkadang muncul bisikan syetan “kan masih ada yang lebih pantas???.”

Bisikan yang kedua ini tekadang sangat menghambat ditengah perjalanan amanah ini, disibukkan membanding-bandingkan hasil perjuangan kita dengan sosok kader sempurna yang ada dalam jamaah ini, terkadang perasaan merasa kecil ketika melihat saudara-saudara perjuangan bebruat optimal terhadap amanahnya. Sedangkan capaian dakwah atau amanah yang menjadi ladang garapannya belum tercapai. Seharusnya bukan hal seperti itu yang dibangun dalam pikiran kita. Yang seharusnya dibangun adalah aspek optimis dan berfastabiqul khoirot dalam menggarap ladang dakwah yang diamanahi oleh Alloh kepada kita., BUkankah Abu dzar Al-Ghifari merupakan sosok sahabat yang lebih baik dibanding Khalid bin Walid?Hal ini sesuai perkataan Rasulullah dalam siroh sahabat “Tidak ada di dunia ini yang lebih jujur ungkapannya selain Abu Dzar”? Tetapi rasul tidak memberikan amanah kepada Abu Dzar untuk memimpin dan memegang jabatan apapun, sampai-sampai Rasul pu pernah berkata dengan lantang kepada Abu Dzar; “Wahai Abu Dzar, aku melihatmu sebagai orang yang lemah, aku menginginkan untukmu apa yang kuinginkan untuk diriku. Jangan Engkau memimpin dua orang dan jangan mengurusi harta anak yatim.” (HR.Muslim). Sebaik apapun saudara kita diluar sana yang menurut kita pantas mengemban amanah ini dibanding kita, maka tetap saja kita lah orang yang terpilih oleh Alloh untuk mengemban dan menunaikan amanah ini. Bukanakah Alloh telah menyampaiakan bahwa Dia tidak akan memberikan cobaan diluar kemampuan hambaNYA??.

OLEH karena ituu mari kita optimalkan amanah yang telah Alloh titipkan kepada kita semua, lakukanlah hingga tubuh ini merasakan kenikmatan kelelahan dalam beramanah ini, janganlah menjadi orang yang kerdil dan menunaikan amanah ini seenaknya dan hanya sekedar gugur kewajiban, niatkan semuany hanya karena Alloh dan hanya mengaharap RIDHO ALLOH SWT. Menyesallah di awal amanah kita, ketika amanah ini tidak sesuai dengan targetan dan hasil yang telah direncanakan di awal amanah ini. KArena notabenanya HASIL ITU MERUPAKAN FUNGSI USAHA!!!. Artinya ketika dakwah ataupun amanah ini yang telah diberikan kepada kita tidak tercapai maka koreksilah usaha yang telah kita lakukan untuk mencapai tujuan itu, sudahkah OPTIMAL usaha yang kita lakukan???

Beramalah kamu maka Alloh, Rasul dan orang-orang yang beriman yang akan menjadi saksi,,,,^_^

Walahu ‘alam bis showab



*pagi hari yang cerah menikmati romantisme udara kesejukkan dan kekeluargaan di desa kedua dalam hidup ini,,,,TGM ,,,CERIA,,,^^



DWI WAHYU PURNOMO

DA’I yang nyambi at electrical engineering GMU 2007

BERGERAK ATAU TERGANTIKAN