Kamis, 10 Maret 2011

DEKAPAN ROMANTISME DAKWAH

DEKAPAN ROMANTISME DAKWAH
Satu tahun masa kepengurusan mengabdi di sebuah lembaga dakwah tingkat apapun itu terasa sangat berat dan begitu lamanya untuk menjalaninya kedepan, namun itu hanya buah tidur belaka yang mangawali gerak amal syurgawi yang di amanahkan pada kita. Seiring berjalannya waktu hingga akhir ternyata waktu satu tahun bukanlah waktu yang cukup untuk menginternalisasi mimpi dan asa yang membanjiri pikiran dan hati ini. Satu tahun bukanlah waktu yang panjang untuk menyempurnakan capaia-capaian bangunan dakwah yang sudah dirancang dalam kurun waktu tersebut, dan waktu satu tahun tidaklah cukup untuk membuat rajutan ukhuwah yang sempurna yang tak lekang dimakan waktu masa bakti kepengurusan. Dan waktu satu tahun juga tidak cukup membantu membuat pondasi yang kokoh dan sedikit perubahan paradigma terhadap rangkaian romantisme dakwah yang sudah ada. Untuk itu semua maka dakwah harus memiliki sebuah dekapan romantisme yang terus terangkai dan berkelanjutan proses penanaman pondasi dakwah itu sendiri, dan dekapan romantisme dakwah itu juga akan menjadikan dakwah memiliki kesatuan rajutan hati layaknya untaian tasbih yang saling menguatkan dan berkelanjutan merangkai mimpi.
Dekapan romantisme dakwah menghantarkan setiap komponen pejuangnya memiliki loyalitas dan totalitas mahabbah kepada dakwah itu dan mencintai sesama mujahid akwah karena Alloh. Hal itu semua karena dekapan yang terajut dikarenakan bangunan keimanan dan rukhiyah sebagai efek ibadah yang ikhlas dan kelurusan akhlaq. Romantisme dakwah yang terjadi karena manisnya ukhuwwah yang terjalin di setiap hembusan dan aliran darah geliat dakwah yang telah berlalu. Dekapan romantisme dakwah juga menghantarkan seseorang untuk istiqomah tingkat tinggi, merasakan sebuah kerugian yang sangat besar untuk meninggalkan barisan dakwah ini. Bahkan membuat seorang kader dakwah kokoh menghujam dan jauh dari munafiqun yang seperti dikatakan dalam Al-Qur’an.
Seorang kader dakwah harusnya memiliki asa dan mimpi untuk sebuah kemajuan dan produktivitas dalam dakwah itu sendiri, terlebih ketika putaran roda dakwah itu memasuki fase dakwah di era nya yang baru, dengan orang-orang yang baru tetapi memiliki semangat dan mimpi yang satu dan berkelanjutan antara setiap kepengurusan dakwah. Setiap tahun yakinlah dakwah memiliki pejuangnya masing-masing dan memiliki karakter untuk melejitkan putaran roda dakwah itu. Ada dua konsekuensi yang harus dilakukan ketika dakwah itu memasuki fase pergantian tongkat estafet dakwah, yang pertama adalah bagaimana sebagai kepengurusan yang terdahulu masing-masing mujahidnya memiliki keterikatan hati dan sebuah strategic palnning untuk generasi penerus. Keterikatan hati yang memberikan usaha maksimal pendampingan yang di barengin transfer rukh dan mimpi-mimpi yang belum tercapai dan rekomendasi dari analisis track record perjalan gerbong dakwah di masa kepemimpinannya. Pendampingan yang tulus sehingga generasi penerus siap berlari mengejar mimpi yang sudah ia susun dan fikirkan sesuai kemampuan maksimal dalam hal usaha pencapainya. Sehingga ke depan tak ada kalimat yang menyalahkan masa lalu, tak ada penyesalan putusnya tali sejarah kerangka dakwah. Strategic planning yang dimaksudkan disini adalah rangkaian penyiapan dari awal bakal calon penerus estafet dakwah, perencanaan strategis yang matang dengan segala komponen ta’rif, takwin, tanfidz terhadap generasi penerus dakwah. Terkadang ada sebuah paradigma yang (mungkin) sedikit keliru dalam barisan dakwah yaitu menganggap generasi penerus estafet dakwah itu merupakan hadiah atau transfer dari proses dakwah yang sudah berlangsung lebih dahulu, ataupun paradigma yang menganggap generasi penerus cukup disiapkan di akhir masa bakti perjuangan . Bukankah Rasul sudah menyiapkan abu bakar sebagai penggantinya di keesokkan hari seblum beliau wafat dan mengakhiri masa bakti perjuangannya??? Paradigma yang selalu mengahantui para tetua dakwah yang sedikit enggan melakukan penyiapan dan pembentukan kader dari nol dan lebih memilih untuk melakukan shortcut pembnetukkan terhadap kader transfer dari fase dakwah sebelumnya. Paradigma yang sedikit salah kaprah dan cenderung lebih banyak menghabiskan energy dalam perjalanannya.
Langkah yang kedua yang perlu ditempuh dalam rangka pergantian tongkat estafet dakwah adalah berada pada tubuh generasi penerus itu sendiri. Terkadang maslah yang timbul adalah adanya perilaku membanding-bandingkan antara kepengurusan masa baktinya dengan kepengurusan sebelumnya. Adasebuah perasaan “minder” terhadap kapasitas diri dan kekentalan ukhuwwah yang sudah terjut oleh generasi sebelumnya. Ada sebuah kalimat yang terlintas dalam hatinya, “koq zamannya kita gak seperti kepengurusan yang sebelumnya yak???, koq mereka dulu begitu menikmati masa baktinya dengan lancer dan saling menguatkan yak??koq dulu pada awal kepengurusannya mereka lebih terlihat siap memegang amanah ini dibandingkan dengan saya yang sekarang yak>??” an banyak lagi kata”koq-koq” selanjutnya. Seakan mereka selalu melihat ke belakang dan merasa bagaikan katak dalam tempurung dan sedikit optimisme untuk membuncahkan semangat dan merealisasikan transfer mimpi yang sudah ia dapatkan. Bukankah kita diajarkan oleh seorang pengemudi bus, yang notabenanya memiliki kaca spion belakang yang lebih kecil dibanding kaca mobil yang lebih sangat besar berada di depan??? Hal ini mengajarkan pada kita untuk lebih banyak melihat ke depan tanpa melupakan melihat ke belakang. Artinya optimislah melihat masa depan dan jadikan sejarah masa lalu sebagai pelajaran BUKAN sebagai acuan atau bahkan pemicu penghambat bagi jalannya capaian target masa depan. Dan yang terpenting bagi generasi penerus roda-roda dakwah adalah dengan perkataan imam syahid Hasan Al-Banna “Sesungguhnya setiap zaman ada rijal (pemuda) nya sendiri”. Yakinlah ketika antum terpilih menjadi punggawa dalam dakwah ini maka antum lah rijal pilihan itu, kalaupun sekarang ada banyak kekurangan yang antum sadari maka jadikan itu sebuah loncatan perbaikan untuk menjadi orang-orang terbaik dalam barisan dakwah ini, tidak ada orang yang sempurna dalam barisan dakwah ini. Yang utama adalah pastikan antum benar adalah orang pilihan itu dan BUKTIKAN pada dunia antum yang berikrar setia pada dakwah.
“KALAU PUN DI DUNIA ADA SERIBU MUJAHID YANG SIAP MENERIMA PANGILAN DAKWAH MAKA AKU ADALAH SATU DARI SERIBU MUJAHID ITU, DAN KALAU PUN ADA SERATUS MUJAHID YANG SIAP MENEGAKKAN AGAMA INI MAKA AKU PASTIKAN SATU DARI SERATUS MUJAHID ITU ADALAH AKU, ATAU BAHKAN KETIKA ADA HANYA SATU MUJAHID YANG SIAP MEMBAWA PANJI ISLAM DI MUKA BUMI INI, MAKA SATU MUJAHID INI ADALAH AKU….”

6 FEBRUARI 2011
DWI WAHYU PURNOMO
DA’I yang nyambi @electrical engineering GADJAH MADA UNIVERSITY
BERGERAK ATAU TERGANTIKAN

Rabu, 09 Maret 2011

AMANAH #1 “pantas kagak gue teng meriki??”*

AMANAH #1

“pantas kagak gue teng meriki??”*

Setiap orang dalam hidup ini pasti memiliki amanah yang harus dikerjakan dan ditunaikan demi kemaslahatan dirinya atau orang yang ada disekitarnya, karena setiap kita adalah pemimpin sehingga minimal lingkup kepemimpinan terkecil kita tersebut yang menjadi amanah bagi diri kita masing-masing. Seperti yang kita ketahui tidak ada semua makhluk pun yang sanggup mengampu amanah yang diberikan Alloh, kecuali manusia. GUnung yang kokoh, sungai yang panjang, danau yang mempesona seakan tak sanggup untuk mengampu beban amanah ini, amanah perubahan dan perbaikan untuk ummat ini. Tetapi kita sebagai manusia yang hina dan ringkih ini seakan dengan PeDe nya menerima amanah ini. Untuk itu semua timbul dalam hati sanubari ini “pantas kagak gue teng meriki??”.

[“Pantas kagak gue teng meriki??”, sebuah judul cenat cenut yang di ambil dari kombinasi lingkungan yang mempengaruhi penulis akhir2 ini,,,heheh….yo seng ra ngerti dianggep ngerti wae…,,ntar juga tersirat di dalam curcol dibawah ini =) ]

Pantas atau tidak diri kita mengemban amanah ini seharusnya bukan menjadi perhatian dan pemikiran panjang kita saat mengemban amanah karunia Alloh ini. Yang menjadi pemikiran kita itu seharusnya adalah kontribusi macam apa yang akan kita berikan untuk ummat ini???, sebesar apa kontribusi yang bias kita berikan untuk perbaikan ummat saat ini???, dan pemikiran yang laen terkait keberlangsungan perjalanan amanah kepengurusan kita kedepan…!!!

Seharusnya kita belajar pada Khalid bin walid yang notabenanya sangat tidak pantas menerima amanah sebagai panglima perang dari Rasulullah SAW. Hal ini dikarenakan REasul pernah sampai mengingkari perbuatan yang dilakukan oleh Khalid bin walid saat itu, sampai-sampai rasul berdoa dan mengangkat kedua tangan ke langit sambil berdo’a : “YA Alloh, aku berlepas diri dari apa yang telah dilakukan Khalid.” Yaitu tatkala Rasulullah SAW mengutus Khalid ke sulu Judzaimah lalu Khalid membunuh mereka dan mengambil harta mereka dengan alas an yang mengandung syubhat, padahal itu tidak diperbolehkan. Begitu pula para sahabat yang bersama Khalid telah mngingkarinya..Pertanyaannya apakah kita pernah melakukan hal yang serupa sehingga membuat hati ini kecil dan mengurangi kontrinusi kita kedepan??

Lanjutan dari ini semua terkadang muncul bisikan syetan “kan masih ada yang lebih pantas???.”

Bisikan yang kedua ini tekadang sangat menghambat ditengah perjalanan amanah ini, disibukkan membanding-bandingkan hasil perjuangan kita dengan sosok kader sempurna yang ada dalam jamaah ini, terkadang perasaan merasa kecil ketika melihat saudara-saudara perjuangan bebruat optimal terhadap amanahnya. Sedangkan capaian dakwah atau amanah yang menjadi ladang garapannya belum tercapai. Seharusnya bukan hal seperti itu yang dibangun dalam pikiran kita. Yang seharusnya dibangun adalah aspek optimis dan berfastabiqul khoirot dalam menggarap ladang dakwah yang diamanahi oleh Alloh kepada kita., BUkankah Abu dzar Al-Ghifari merupakan sosok sahabat yang lebih baik dibanding Khalid bin Walid?Hal ini sesuai perkataan Rasulullah dalam siroh sahabat “Tidak ada di dunia ini yang lebih jujur ungkapannya selain Abu Dzar”? Tetapi rasul tidak memberikan amanah kepada Abu Dzar untuk memimpin dan memegang jabatan apapun, sampai-sampai Rasul pu pernah berkata dengan lantang kepada Abu Dzar; “Wahai Abu Dzar, aku melihatmu sebagai orang yang lemah, aku menginginkan untukmu apa yang kuinginkan untuk diriku. Jangan Engkau memimpin dua orang dan jangan mengurusi harta anak yatim.” (HR.Muslim). Sebaik apapun saudara kita diluar sana yang menurut kita pantas mengemban amanah ini dibanding kita, maka tetap saja kita lah orang yang terpilih oleh Alloh untuk mengemban dan menunaikan amanah ini. Bukanakah Alloh telah menyampaiakan bahwa Dia tidak akan memberikan cobaan diluar kemampuan hambaNYA??.

OLEH karena ituu mari kita optimalkan amanah yang telah Alloh titipkan kepada kita semua, lakukanlah hingga tubuh ini merasakan kenikmatan kelelahan dalam beramanah ini, janganlah menjadi orang yang kerdil dan menunaikan amanah ini seenaknya dan hanya sekedar gugur kewajiban, niatkan semuany hanya karena Alloh dan hanya mengaharap RIDHO ALLOH SWT. Menyesallah di awal amanah kita, ketika amanah ini tidak sesuai dengan targetan dan hasil yang telah direncanakan di awal amanah ini. KArena notabenanya HASIL ITU MERUPAKAN FUNGSI USAHA!!!. Artinya ketika dakwah ataupun amanah ini yang telah diberikan kepada kita tidak tercapai maka koreksilah usaha yang telah kita lakukan untuk mencapai tujuan itu, sudahkah OPTIMAL usaha yang kita lakukan???

Beramalah kamu maka Alloh, Rasul dan orang-orang yang beriman yang akan menjadi saksi,,,,^_^

Walahu ‘alam bis showab



*pagi hari yang cerah menikmati romantisme udara kesejukkan dan kekeluargaan di desa kedua dalam hidup ini,,,,TGM ,,,CERIA,,,^^



DWI WAHYU PURNOMO

DA’I yang nyambi at electrical engineering GMU 2007

BERGERAK ATAU TERGANTIKAN